TEKNIK TERAPI REALITAS
Terapi dalam dunia kedokteran dewasa ini menjadi alternatif atau
perlakuan medis bersifat khusus atau tambahan. Namun demikian sangat
direkomendasikan karena beberapa kelebihan yang dimiliki dan resiko yang lebih
kecil. Karena itu penting untuk memahami seluk beluk terapi realitas.
A.
Pengertian Terapi Realitas
Terapi
realitas adalah suatu sistem psikoterapi yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis
berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara
yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas
adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan
mental (Corey, 2010). Terapi realitas dikembangkan oleh William Glasser (1965)
yang berpandangan bahwa semua manusia memiliki kebutuhan dasar yaitu kebutuhan
fisiologis dan psikologis. Kedua kebutuhan ini digabung menjadi satu kebutuhan
yang utama disebut kebutuhan identitas. Identitas merupakan cara seseorang
melihat dirinya sendiri sebagai manusia dalam hubungannya dengan orang lain dan
dunia luarnya (Latipun, 2006).
Terapi realitas, yang menguraikan berbagai prinsip
dan prosedur yang dirancang untuk membantu seseorang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”. Dalam pembentukan identitas, setiap
orang mengembangkan keterlibatan
dengan orang lain. Orang lain memainkan peranan yang berarti dalam membantu seseorang menjelaskan dan memahami identitas dirinya. Cinta dan penerimaan berkaitan langsung dengan
pembentukan identitas (Corey, 2010).
Terapi realitas berlandaskan premis bahwa ada suatu
kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan
identitas yang mencakup suatu kebutuhan untuk merasakan keunikan, keterpisahan,
dan ketersendirian. Menurut Glasser, basis dari terapi realitas adalah membantu
klien untuk memenuhi kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencakup “ kebutuhan
untuk mencintai dan dicintai, merasakan dirinya berguna. (Latipun, 2006).
B.
Ciri-Ciri Terapi Realitas
Sekurangnya
ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas sebagai berikut:
1.
Terapi realitas menolak konsep tentang penyakit
mental.
Pada terapi realitas
diasumsikan bahwa bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari
ketidakbertanggungjawaban. Pada terapi ini dipersamakan
gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak bertanggung jawab dan kesehatan
mental dengan tingkah laku yang bertanggung jawab.
2.
Terapi realitas.
Terapi realitas yang
menekankan kesadaran atas tingkah laku saat ini, bahwa perubahan sikap akan
mengikuti perubahan tingkah laku.
3.
Terapi realitas berfokus pada saat sekarang,
bukan kepada masa lampau.
Terapis terbuka untuk
mengekplorasi segenap aspek dari kehidupan klien sekarang, mencakup harapan,
ketakutan, dan berbagai nilai.Terapi Realitas menekankan pada kekuatan,
potensi, keberhasilan, dan kualitas yang positif dari klien, dan tidak hanya
memperhatikan kemalangan dan gejala-gejalanya. Glasser berpendapat bahwa klien
dipandang sebagai “pribadi dengan potensi yang luas, bukan hanya sebagai pasien
yang memiliki masalah-masalah”.
4.
Terapi realitas menekankan
pertimbangan-pertimbangan nilai.
Terapi realitas menempatkan
pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya
sendiri dalam menentukan apa yang menyebabkan kegagalan yang dialaminya. Terapi
beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku
dan membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan
destruktifnya.
5.
Terapi realitas tidak menekankan
tranferensi.
Terapis menempuh cara
beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan
peran sebagai ayah atau ibu klien. Glasser menyatakan bahwa klien tidak mencari
suatu pengulangan keterlibatan di masa lampau yang tidak berhasil, tetapi
mencari suatu keterlibatan manusiawi yang memuaskan dengan orang lain dalam
keberadaan mereka sekarang. Terapis bisa menjadi orang yang membantu para klien
dalam memenuhi kebutuhan mereka sekarang.
6.
Terapi realitas menekankan aspek-aspek
kesadaran, bukan aspek-aspek ketaksadaran.
Terapi realitas menekankan
kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang
hingga ia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa
terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang berlandaskan
tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis.
7.
Terapi realitas menghapus hukuman.
Glasser mengingatkan bahwa pemberian
hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk
kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan penguatan identitas
kegagalan pada klien. Ia menentang penggunaan peryataan-pernyataan yang mencela
karena pernyataan-peryataan semacam itu merupakan hukuman. Glasser menganjurkan
untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari
tingkah lakunya.
8.
Terapi realitas menekankan tanggung jawab
Terapi
realitas menekankan tanggung jawab oleh Glasser didefinisikan sebagai “Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka “.
Belajar
tanggung jawab adalah proses seumur hidup. Kita semua memiliki kebutuhan untuk
mencitai dan dicintai serta kebutuhan memiliki rasa berguna, kita tidak
memiliki kemampuan bawaan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Glasser
menyatakan tanggung jawab adalah konsep inti dalam terapi realitas (Corey,
2010).
C.
Teknik Terapi Realitas
Terapi realitas banyak menggunakan metode pertanyaan
dibandingkan pendekatan yang lain. Wubbolding mengembangkan Sistem WDEP yang
memberikan kerangka pertanyaan yang diajukan secara luwes dan tidak dimaksudkan
hanya sebagai langkah sederhana. Sebagai berikut:
1.
W (What) = Ingin
(menjelajahi keinginan, kebutuhan dan
persepsi)
"Apa yang kamu inginkan?" Adalah pertanyaan utama
terapis realitas kepada klien. Terapis membantu klien untuk memeriksa “Quality
World” dan bagaimana perilaku mereka untuk pindah ke persepsi tentang dunia
luar yang lebih terbuka.
2.
D (Doing)= Petunjuk/arah dan melakukan
Terapi realitas menekankan perilaku saat ini dan oleh karena itu mengajukan
pertanyaan : Apa yang kamu lakukan sekarang? Apa yang kamu lakukan selama
seminggu yang lalu? Apa yang akan ingin kamu lakukan secara berbeda dengan
minggu lalu? Bahkan jika sebagian besar masalah berakar di masa lalu, masa lalu
hanya dibahas jika membantu untuk merencanakan hari esok yang lebih baik.
3.
E (Evaluation) = Evaluasi
Inti dari terapi realitas adalah meminta klien untuk membuat
evaluasi berikut: "Apakah perilaku Anda sekarang memiliki kesempatan yang
layak untuk mendapatkan apa yang Anda inginkan sekarang, dan itu akan membawa
Anda ke tujuan yang ingin Anda capai?". Proses evaluasi dianggap penting
bagi keberhasilan terapi.
4.
P (Planning) = Perencanaan
dan komitmen
Pertama apakah klien telah mengidentifikasi apa yang dia ingin
ubah, disini ada kebutuhan untuk mengembangkan rencana dari beberapa macam
aksi. Jika rencana tidak berjalan maka dapat diganti dengan yang lain. Kekakuan
dilarang dalam terapi realitas,
fleksibilitas adalah suatu kebajikan yang diperlukan. Wubbolding menggunakan
SAMIC3 singkatan untuk menjelaskan karakteristik rencana yang baik: Simple (sederhana), mudah dimengerti; Attainable (dapat dicapai,) klien harus
mampu melakukan apa yang ditentukan; Measurable
(terukur), harus dilakukan sesegera mungkin; Involving, melibatkan klien; C3: controlled (dikendalikan oleh perencana), committed (komitmen untuk melakukan), continuously practiced (terus dipraktekkan) (Alfiah, 2013).
DAFTAR
PUSTAKA
Alfiah,
Indah. 2013. Mengenal Terapi Realitas.
Corey, G. 2010. Teori dan Praktek Konseling-Psikoterapi. Refika
Aditama: Bandung.
Gay M: The adjustment of
parents of wartime bereavement, in Stress and Anxiety, Vol 8. Edited by
Milgram NA. New York, Hemisphere, 1982, pp 47–50
Howland; Raison, C.L. & Miller, A.H. 2012. Psychoneuroimmunology Meets
Neuropsychopharmacology: Translational Implications of the Impact of
Inflammation on Behavior. Neuropsychopharmacology Reviews (2012)
37, 137–162.
Hawari,
D., 2001. “Manajemen Stres Cemas dan Depresi”, Edisi ke-1, cetakan
ke-2, Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kaplan J.B
& Sadock T.C. Sinopsis Psikiatri, Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri
klinis. Edisi 7. Jakarta : Bina rupa aksara; 1997.
Kaplan HI,
Sadock, BJ. Eds. Comprehensive Textbook of psychiatry 7 ed. Baltimore:
Williams and Wilkins 1997 : 752-71
Kaplan HI and
Sadock, BJ., 2005. Psychoterapy,In Kaplan
and Sadock Comprehensive Text Book of Psychiatry, the 8 ed. Lippncott
Williams & Wilkins, Philadelphia, Baltimore, New York.
Latipun.
2006. Psikologi Konseling. Malang, Penerbitan Universitas Muhammadiyah
M. Dagun, Save. (2002). Psikologi Keluarga.
Jakarta: Rineka Cipta.
Maramis, W.F., 2001. Dari Stres hingga Depresi dan
Anxietas. “Simposium Stress, Depresi dan ansietas Komorbiditas atau
permasalahan Klinis”, Konggres Nasional IV, Ikatan Dokter Ahli Jiwa,
Semarang.
Nuhriawangsa I, 2001. Depresi dan ansietas,
komorbiditas serta permasalahan klinis, “Konggres Nasional IV, Ikatan Ahli Jiwa
Indonesia”, Semarang.
Rakhmat J. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya; 2009
Sadock,
Benjamin J.; Sadock, Virginia A.; Ruiz, Pedro. 2009.
Kaplan & Sadock's
Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th Edition. New York: Lippincott William & Wilkins.
Komentar
Posting Komentar